Polisi membantah | PT Solid Gold Berjangka Pusat
Namun, seorang pengamat terorisme mencemaskan radikalisme kelompok Santoso, yang tewas dalam operasi militer Juli (18/07) lalu, sudah sempat tertanam di sebagian warga Poso dan sekitarnya. “Ini tergambar dari warga yang datang menghadiri pemakaman Santoso. Tampak jelas jumlah warga yang simpati kepada Santoso cukup banyak,” ungkap pengamat terorisme, Solahudin, kepada BBC Indonesia, Rabu (14/09). Solahudin mengungkapkan alasan adanya simpatisan warga lokal itulah yang membuat MIT, yang dideklarasikan Santoso pada 2012, masih bisa bertahan di Poso. “Saat itu kan aparat pemerintah absen di Poso, tidak bisa memberikan perlindungan kepada umat Islam. Nah, muncul Santoso yang memberikan perlindungan," papar Solahudin. "Sehingga banyak warga Poso yang melihat Santoso sebagai pahlawan, sampai sekarang, meskipun yang dia lakukan adalah tindak pidana terorisme,” katanya. Penangkapan Basri, 'tangan kanan' sekaligus salah satu buronan paling dicari dari kelompok Santoso, disebut semakin memperlemah kelompok yang menamakan diri mereka Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Berdasarkan pantauan Mansur, wartawan di Poso yang hadir pada pemakaman Santoso di Kecamatan Poso Pesisir Juli (23/07) lalu, 'ada sekitar seribuan simpatisan Santoso'. “Mereka ini melakukan pawai. (Waktu Santoso dikuburkan) suara takbir dikumandangkan keras. Suasananya, kalau hadir langsung, itu mencekam,” tutur Mansur yang merupakan seorang wartawan televisi. Dia mengaku dilarang mengambil gambar terlalu detail ke wajah simpatisan. "Mereka pakai tutup muka semua." Menurutnya, bantuan logistik yang terus mengalir kepada MIT 'sebagian berasal dari masyarakat Poso'. Ia mengungkapkan besarnya simpati kepada kelompok Santoso, bisa ditarik ke konflik komunal di Poso yang terjadi sekitar tahun 2000. Namun, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen (Pol.) Boy Rafli Amar, menepis besarnya dukungan masyarakat Poso kepada MIT. Boy membantah banyaknya simpatisan yang hadir pada pemakaman Santoso. Ini Sepak Terjang Basri Sebelum Diringkus Satgas Tinombala | PT Solid Gold Berjangka Pusat Sementara tersangka Andika Eka Putra alias Andika alias Hilal, yang juga ikut tertangkap bersama Basri dan Nurmi, namun dalam kondisi sudah tewas, jenazahnya masih disemayamkan di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Sulteng. Jenazah Andika masih akan diautopsi oleh petugas, sebelum kemudian akan diambil oleh keluarganya. Basri alias Bagong dan istrinya Nurmi Usman alias Oma, terduga pelaku terorisme yang berhasil ditangkap hidup-hidup oleh Satgas Tinombala di Poso Pesisir, untuk sementara masih akan diperiksa di Polda Sulteng di Palu. Basri adalah salah satu anak buah Santoso, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sudah tewas ditembak aparat dalam penyergapan Satgas Tinombala di wilayah hutan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, pada 18 Juli 2016 lalu. “Basri dan istrinya Nurmi Usman untuk sementara masih akan diperiksa di Mapolda Sulteng,” kata Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hary Suprapto, saat ditanya SP, Rabu (14/9) malam di Markas Polda Sulteng di Palu. Basri merupakan residivis yang berhasil kabur dari tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B Ampana, Tojo Unauna (dulu masuk Kabupaten Poso), pada April 2013 silam. Setelah Santoso tewas, Basri yang juga menjadi tangan kanan Santoso selama ini, disebut-sebut sebagai orang yang akan menggantikan posisi Santoso untuk melanjutkan perjuangan mereka sesuai misi MIT. Mereka adalah Ali Ahmad alias Ali Kalora, Firdaus alias Daus alias Barok Rangga, Kholid, Askar alias Jaid alias pak Guru, Adji Pandu Suwotomo alias Sobron, Qatar alias Farel, Suhartono alias Yono Sayur alias pak Hiban, Abu Alim, Moh Faisal alias Namnung alias Kobar, Nae alias Galuh, Basir alias Romzi, dan seorang perempuan yakni Tini Susanti Kaduku alias Umi Fadel (istri Ali Kalora). Setelah menjalani pidana beberapa tahun di Jakarta, ia dipindahkan ke Lapas Klas II A Palu. Kemudian dari Lapas Palu, ia dipindahkan lagi ke Lapas Klas II B Ampana. Basri dihukum 19 tahun perjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena dinyatakan terbukti bersalah atas serangkaian kasus kekerasan dan terorisme di Poso 2006-2007. Sementara itu, jenazah Andika yang disemayamkan di ruang jenazah RS Bhayangkara Polda Sulteng di Palu masih akan dilakukan proses autopsi sebelum diserahkan kepada pihak keluarganya untuk dimakamkan. Beberapa kasus yang melibatkan pria berusia 40 tahun itu di antaranya ledakan bom senter di Kelurahan Kawua, Kota Poso pada 9 September 2006, pembunuhan sadis dua siswi di Poso pada November 2005 serta penembakan Pendeta Susianti Tinulele pada 18 Juli 2004 di Palu. Selanjutnya setelah Basri, Nurmi dan Andika tertangkap, maka jumlah DPO Poso yang saat ini terus diburu aparat masih berjumlah 12 orang lagi. Basri yang berhasil kabur dari penjara Ampana, kemudian bergabung dengan kelompok Santoso dan melakukan sejumlah tindak kekerasan di wilayah Poso. Saat bersama Santoso itulah, Basri bertemu dengan Nurmi Usman asal Bima, NTB, yang kemudian dijadikan sebagai istrinya. Dengan tertangkapnya Basri saat ini, maka tentunya ia akan kembali diproses hukum bersama istrinya yang juga ikut tertangkap. PT Solid Gold Berjangka Pusat
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
April 2017
All
NETWORKS
|